Mencakup baik persiapan tes atau ujian TOEFL maupun IELTS yang dibutuhkan untuk pendaftaran sekolah dan kuliah luar negeri baik untuk S1, S2, maupun S3
Mencakup baik persiapan tes atau ujian TOEFL maupun IELTS yang dibutuhkan untuk pendaftaran sekolah dan kuliah luar negeri baik untuk S1, S2, maupun S3
Sebagai penyelenggara kursus GMAT dan GRE terbaik di Jakarta, anda akan mendapatkan apapun yang dibutuhkan untuk mendapatkan skor yang tinggi, dan tips menghadapi tantangan yang muncul sebagai pelajar Indonesia yang ingin melanjutkan S2 dan S3
Dengan success ratio diatas 50%, kami menawarkan konsultasi bagi para pelajar dan profesional di Indonesia untuk dapat melanjutkan studi S2 dan S3 di universitas terbaik dunia seperti 8 universitas yang tergabung dalam Ivy League atau universitas yang tergolong dalam B School
Sebagai lulusan perusahaan-perusahaan Management Consultant terbaik dunia dibuktikan dengan success rate yang tinggi, kami akan membantu anda yang ingin bekerja di salah satu perusahaan tersebut untuk dapat melewati tahap case interview
By ISWARA GOZALI
February 25, 2016
Ketika pertama kali berpikir untuk melanjutkan rencana studi pascasarjana di bidang MBA pada tahun 2014 lalu, hal pertama yang saya lakukan adalah melihat ranking MBA di Google. Dalam hati, saya bertekad untuk bisa diterima di program MBA yang masuk 10 besar di ranking tersebut. Ada beberapa ranking MBA yang tersedia, tetapi saya hanya mengacu kepada ranking dari US News karena saya hanya tertarik untuk melanjutkan kuliah MBA di Amerika Serikat.
Untuk kalian yang tertarik dengan ranking MBA lain yang pada umumnya dijadikan acuan seperti Financial Times dan BusinessWeek, saya menulis sebuah artikel mengenai hal tersebut yang dapat dibaca di
Mentalitas saya yang sangat terpaku pada ranking pada waktu itu memang berhasil menyemangati saya ketika belajar untuk persiapan tes GMAT. Pada waktu itu saya ingin sekali bisa diterima di program MBA Stanford GSB dan pada Juli 2015 saya berkesempatan untuk mengunjungi kampusnya. Walaupun sedang liburan musim panas, Stanford tetap mengadakan sesi informasi yang bisa dihadiri oleh orang-orang yang tertarik dengan program MBA Stanford GSB.
Lucunya pengalaman tersebut malah membuat saya meragukan keinginan saya untuk mendaftar ke Stanford GSB. Mendengarkan presentasi dan sesi tanya jawab dengan salah satu staf penerimaan mahasiswa dan juga seorang mahasiswa yang sedang menempuh MBA di Stanford yang menurut saya terlalu diatur, membuat saya meragukan apakah Stanford adalah sekolah yang cocok bagi saya. Saya semakin ragu ketika saya berkenalan dengan calon saingan saya yang memiliki latar belakang yang jauh lebih kuat daripada saya. Dia merupakan seorang kandidat S3 di bidang ilmu komputer dari ETH Zurich yang merupakan sekolah teknik ternama di Swiss. Sebagai informasi, ETH Zurich adalah alma mater dari Albert Einstein.
Berkaca dari situ, saya mengubah pendekatan saya dalam menggunakan ranking MBA. Menurut pendapat saya, ranking MBA sebaiknya digunakan untuk merampingkan seleksi sekolah berdasarkan kriteria tertentu yang sesuai dengan prioritas masing-masing orang. Contohnya, US News dapat memberikan peringkat sekolah berdasarkan spesialisasi tertentu seperti pemasaran, manajemen, dan keuangan dalam pemilihan sekolah yang sesuai dengan aspirasi karir kita. Ranking MBA juga dapat digunakan untuk memilah sekolah terbaik berdasarkan lokasi sekolah yang diinginkan seperti di daerah West Coast Amerika Serikat.
Ranking MBA US News waktu itu saya gunakan untuk membantu saya memilih program MBA yang sesuai dengan latar belakang, kemampuan, dan juga aspirasi karir saya di bidang FinTech (teknologi keuangan). Ada istilah yang digunakan calon mahasiswa MBA untuk mengkategorikan sekolah pilihan mereka; Reach, Par, dan Safe. Reach adalah sekolah yang kemungkinan diterimanya kecil dan saya memilih Berkeley Haas dan UCLA Anderson karena lokasinya yang dekat dengan Silicon Valley. Par school adalah sekolah yang kemungkinan diterimanya 50:50 dan saya memilih Cornell Tech dan Michigan Ross untuk kategori ini. Safe school adalah sekolah yang kemungkinan diterimanya paling besar dan saya memilih UT Austin.
Langkah berikutnya adalah melakukan riset yang lebih mendalam tentang masing-masing sekolah melalui berbagai cara seperti mencari informasi di internet dan berbicara langsung dengan mahasiswa atau alumni dari sekolah tersebut untuk membuktikan apakah hipotesa pilihan sekolah sesuai dengan apa yang saya cari. Hasilnya adalah saya merasa lebih yakin dengan pilihan sekolah tersebut, terutama dengan Cornell Tech MBA yang notabene merupakan program MBA baru dari Cornell Johnson yang bahkan belum terdaftar di ranking MBA manapun. Saya merasa Cornell Tech sangat mendukung aspirasi saya untuk suatu hari membangun sebuah perusahaan teknologi keuangan (FinTech) di Indonesia.
Pola pikir saya yang tidak lagi mengedepankan ranking dan lebih mementingkan keselarasan sekolah dengan cita-cita saya di masa depan terbukti membuahkan hasil ketika saya mendapatkan LOA (Letter of Acceptance) dari Cornell Tech Johnson MBA yang terletak di Manhattan, New York.
Sebagai penutup dari artikel ini, saya ingin menyampaikan lagi bahwa ranking MBA hanyalah langkah awal dalam perjalanan MBA kalian dan sebaiknya jangan digunakan sebagai syarat utama dalam pemilihan program MBA kalian. Ranking MBA sebaiknya digunakan untuk memilih sekolah sesuai dengan kriteria-kriteria yang penting bagi kalian. Ini merupakan opini dari saya yang dulunya sangat mementingkan ranking MBA dalam pemilihan sekolah. Proses mempelajari secara lebih mendalam sekolah yang ingin saya tuju terutama berlangsung ketika berinteraksi dengan mahasiswa, alumni, dan staf penerimaan mahasiswa (Admission Committee atau Adcom) dari sekolah tersebut. Pengalaman tersebut benar-benar merubah pola pikir saya yang sebelumnya sangat terpaku dengan ranking MBA. Saya harap semoga informasi yang saya bagikan ini berguna bagi kalian semua yang akan menjalani proses aplikasi MBA. Semoga sukses diterima di sekolah impian kalian!